Judul :
Penulis : A.S Neill
Penerjemah : Agung Prihantoro
Penerbit : PT. Serambi Ilmu Semesta
Tebal : 356
Sulit membayangkan ada suatu institusi pendidikan yang memberi kebebasan sepenuhnya kepada peserta didik. Dimana mereka bebas melabrak semua aturan dan ketertiban dengan catatan tidak menggangu orang lain, sehingga sekolah menjadi tempat wisata dan rekreasi bagi para peserta didik. Mungkinkah sekolah seperti itu kita temukan? Bagi kita itu mungkin hanya mimpi, ternyata di Inggris kurang lebih 86 tahun yang lalu sekolah seperti itu dipraktikan. Sekolah itu bernama Summerhill yang didirikan oleh A.S. Neill pada 1921 di Jerman yang kemudian pindah ke Inggris. Sekolah revolusioner ini membebaskan siswa-siswinya hidup sesuka mereka selama tidak mengganggu orang lain. Mereka bebas bermain-main sesuka mereka, berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Mereka boleh mangkir dari pelajaran-pelajaran yang ditawarkan sekolah. Fasilitasnya pun lengkap: kolam renang, bengkel kerja, laboratorium, ruang kesenian, ruang teater, alat musik, perpustakaan, dan ladang.
Surga pendidikan ini telah melahirkan banyak alumni yang sukses secara psikologis, ekonomis, akademis, sosiokultural, dan politis. Mereka menjadi insinyur, dokter, dosen, pemusik, pengusaha, mekanis, koki, dan segala macam propesi yang berpikiran maju dan terbuka, jujur, tekun, optimis, dan bahagia.(lih sinopsis)
Hal ini menarik untuk menjadi bahan kajian dan renungan semua pihak terutama bagi mereka yang terjun sebagai praktisi pendidikan. Selama ini kita mengukur target pencapaian mutu pendidikan dengan patokan nilai angka, contoh kasus yang relevan, digulirkannya pemberlakuan UN (Ujian Nasional), yang mencuatkan banyak problem. Pro dan kontra pun menyembul kepermukaan. Bagi mereka yang pro mungkin alasannya bahwa diberlakukannya UN itu sebagai parameter target pencapaian sehingga memungkinkan evaluasi dan peningkatan mutu pendidikan. Namun yang kontra memiliki pisau analisa yang berbeda, karena pemberlakuan UN memicu banyak problem, bukan saja guncangan psikologis anak didik yang di hantui ketidaklulusan, para guru pun dibuat resah apabila banyak murid yang tidak lulus itu berimbas terhadap citra buruk sekolah, tak ayal membuat para pengasuh anak didik (para guru) ini menghalalkan segala cara untuk meminimalisir ketidaklulusan anak didiknya.
Kita kembali ke
Akan lebih banyak lagi ide gila yang kita temukan disetiap lembaran kertas buku ini dan satu kalimat yang bisa mewakili adalah “Kebebasan” bebas memilih dan menentukan jalan hidup yang hendak ditempuh karena apapun yang dipaksakan itu hanya akan mencuatkan ketakutan, kebencian, dan sikap munafik yang penuh kepura-puraan. Pada akhirnya tidak ada ide yang cemerlang yang terbebas dari kritik dan saran namun buku ini sangat menarik untuk menjadi bahan kaji-uji yang mengajak kita berpikir ulang tentang pendekatan yang selama ini kita terapkan dalam mengasuh anak (mengelola sistem pendidikan).
Anas Nasrudin
learning freelance community
Tidak ada komentar:
Posting Komentar